Walhi Nilai Penghentian Reklamasi Tak Mengganggu Investasi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Direktur Eksekutif Nasional Wahana lingkungan hidup Indonesia (Walhi), Nur Hidayati, menilai penghentian proyek reklamasi di Teluk Jakarta tidak akan mengganggu investasi di Tanah Air. Nur menyatakan, langkah untuk memperhatikan lingkungan hidup dan masyarakat atas dampak reklamasi, tidak akan mengganggu investasi.
“Yang harus kita perhatikan adalah apakah kemudian kita memperhatikan lingkungan hidup, memperhatikan aspirasi masyarakat, apakah investasi akan berkurang? Tidak,” kata Nur usai konfrensi pers di kantor Walhi di Jalan Tegal Parang Utara, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2017).
Ia mengatakan, di negara maju, aturan tentang masalah lingkungan hidup dan proses pelaksanaannya begitu ketat dibadingkan dengan di Indonesia. Kebijakan yang berdampak pada lingkungan hidup melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
“Apakah investasinya berkurang? Kan enggak,” kata Nur.
Nur menegaskan, langkah memperhatikan lingkungan hidup tidak akan mengganggu investasi.
“Jadi itu sudah terbukti di banyak negara maju yang justru lebih memperhatikan lingkungan, secara hukum diproses secara benar, itu semua tidak ada masalah dengan investasi dan lain-lain,” ujar Nur.
Proyek reklamasi di Teluk Jakarta, kata Nur, yang dinilai berdampak pada lingkungan dan masyarakat, justru sarat pelanggaran aturan dan dan tidak untuk kepentingan umum. Masyarakat pinggiran di Teluk Jakarta, lanjut dia, terkena dampak penggusuran, kehilangan mata pencaharian, dan lainnya akibat reklamasi. Belum lagi ada unsur korupsi yang menyertai proses reklamasi itu.
“Tidak bisa lagi mempertahankan cara-cara bisnis yang prosesnya manipulatif, dilakukan tanpa memperhatikan aspirasi masyarakat dan kepentingan lingkungan hidup,” kata Nur.
Dia enggan berasumsi saat ditanya apakah saat pemerintah punya aturan lengkap untuk melaksanakan reklamasi, reklamasi bisa dilakukan.
“Itu semua harus dibuka ruang dan kita tidak bisa melakukan asumsi-asumsi. Itu harus melalui proses konsultasi publik yang terbuka, debat publik yang terbuka, melibatkan semua ahli, semua kepentingan. Sebenarnya apa yang mau dijawab dari reklamasi ini,” kata Nur.
Wahli, sebagai lembaga yang peduli di masalah lingkungan, menilai reklamasi bukan solusi untuk merestorasi Teluk Jakarta.
“Kalau alasannya memperbaiki kondisi Teluk Jakarta, apakah jalan satu-satunya dengan reklamasi. Kan enggak, kita belum melihat opsi-opsi lainnya, bagaimana kita melakukan perbaikan kualitas Teluk Jakarta,” ujar Nur.
Ia menilai, jika reklamasi untuk menjawab masalah keterbatasan lahan, harus dicari solusi alternatif.
“Kalau memang masalahnya ketersediaan lahan, kekurangan lahan di Jakarta, apa alternatifnya. Itu harus dibuka semua pilihan-pilihan dari kebijakan,” ujar Nur.