Benahi Infrastruktur Laut
Intervensi SKPD untuk Kembangkan Muara Angke
JAKARTA, KOMPAS — PT Pelni (Persero), Selasa (10/1), mulai menguji coba Kapal Motor Express Bahari 3B rute Pelabuhan Sunda Kelapa tujuan Kepulauan Seribu. Tambahan kapal menuntut pembenahan infrastruktur perhubungan laut.
Pengoperasian KM Express Bahari 3B merupakan tindak lanjut Kementerian Perhubungan pasca tragedi KM Zahro Express di Teluk Jakarta, Minggu (1/1), yang menewaskan 24 orang. Kebakaran kapal dengan korban yang sedemikian banyak itu diduga karena ada proses pengawasan ataupun pelanggaran aturan keselamatan semua pihak yang terkait penyelenggaraan pelayanan kapal tersebut.
Agar penyelenggaraan pelayanan transportasi pelayaran di Teluk Jakarta terjamin keamanannya adalah alasan utama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta PT Pelni dan PT ASDP bekerja sama. Kedua badan usaha milik negara yang bergerak pada jasa angkutan laut itu diminta Budi Karya membantu penyelenggaraan pelayaran ke Kepulauan Seribu.
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono, Direktur Jenderal Perhubungan Laut A Tonny Budiono, dan Direktur Utama PT Pelni Elfien Goentoro mendampingi Menteri Perhubungan merasakan operasi perdana KM Express Bahari 3B. Kapal cepat buatan 2005 itu berbahan fiber, memiliki panjang 30 meter, berkapasitas angkut 208 orang dan 6 kru kapal.
Budi berharap, pengoperasian kapal itu membantu memenuhi kebutuhan angkutan masyarakat Kepulauan Seribu. Selain tarif yang terjangkau, kehadiran Pelni dan ASDP diharapkan menyemangati operator kapal-kapal pelayaran rakyat untuk meningkatkan pelayanan dan jaminan keselamatan.
Sebelumnya, pada awal Januari 2016, PT Pelni juga mengoperasikan kapal perintis KM Sabuk Nusantara 46 dari Pelabuhan Sunda Kelapa tujuan Pulau Untung Jawa, Tidung, Pramuka, dan Kelapa. Namun, operasi kapal berukuran lebih dari 120 gros ton belum didukung infrastruktur yang layak, khususnya soal kelayakan dermaga, kedalaman laut di dekat pelabuhan, serta rambu di alur pelayaran.
Bupati Kepulauan Seribu Budi Utomo menyatakan, sejumlah alur dan dermaga di Kepulauan Seribu butuh pendalaman dan pelebaran untuk mendukung operasi kapal berbobot besar. Alur masuk Pulau Tidung, misalnya, butuh pelebaran, sementara dermaga di Pulau Pramuka butuh pendalaman.
Pembenahan tersebut dinilai perlu seiring rencana penambahan jumlah kapal besar ke Kepulauan Seribu. Pada 4 Mei 2016, misalnya, KM Sabuk Nusantara 46 kandas di Gosong Sekati dalam perjalanan menuju Pulau Pramuka. Kapal terhenti karena tersangkut di karang.
Butuh intervensi
Sumarsono, seusai kunjungan ke Pelabuhan Muara Karang, mengungkapkan, untuk mengembangkan Pelabuhan Muara Angke, diperlukan sebuah program pengembangan kawasan terpadu pelabuhan. “Kita tidak bisa meningkatkan kapalnya saja. Intinya butuh intervensi, ditangani terpadu oleh semua satuan kerja perangkat daerah (SKPD),” ujarnya.
Dalam rangka pembangunan tersebut, lanjut Sumarsono, manajemen pelabuhan harus dibenahi. Kawasan pelabuhan perlu dibangun supaya air rob tidak masuk sampai ke pelabuhan. Kemudian, apabila ada kapal baru masuk, diharapkan kapal tradisional tidak mati.
“Bagaimana pelayanan publik untuk semua kelas bisa diterima di sana. Ini semua perlu ditata,” tambah plt gubernur yang akrab dipanggil Soni ini.
Dengan adanya penyerahan kewenangan dari Kementerian Perhubungan kepada Pemprov DKI Jakarta, langkah awal adalah melakukan penataan kawasan.
“Untuk rob, kita akan membangun saluran sekaligus tanggulnya untuk mengurangi. Dan, itu sudah dianggarkan. Minimal 2017 selesai. Namun, itu pekerjaan parsial. Secara menyeluruhnya harus dilakukan. Repotnya, kita harus kerja sama dengan kementerian perikanan yang memiliki pelabuhan perikanan yang juga kumuh,” ungkap Sumarsono. (HLN/MKN)