Kliping

Sanimas Memprihatinkan

Diperlukan Payung Hukum bagi Pengelola MCK Komunal

BOGOR, KOMPAS — Pengolahan limbah domestik sanitasi berbasis masyarakat atau sanimas di Jabodetabek memprihatinkan. Dari 1.500 sanimas komunal yang dibutuhkan, baru ada sekitar 400 unit. Rehabilitasi permukiman kumuh-padat serta pembangunan permukiman harus mempertimbangkan hal ini.

312033c60484415183386d7cc87f7a3a

Pembangunan permukiman yang belum bisa terhubung dengan instalasi pengolahan limbah kota terpaksa harus ditunda atau wajib melengkapi diri dulu dengan fasilitas sanimas. Hal itu diungkapkan Direktur Program Aksansi Prasetyastuti Purpowardoyo, Selasa (6/12). Ia tengah berkeliling memonitor pengoperasian sanimas di sejumlah wilayah, antara lain di Kota Bogor, Senin lalu. Aksansi adalah Asosiasi KSM Sanitasi Seluruh Indonesia, yang merupakan payung bagi kelompok swadaya masyarakat (KSM) pengelola sanimas.

“Jika diasumsikan penduduk Jabodetabek 12 juta orang, maka dibutuhkan sekitar 1.500 unit KSM sanitasi. Saat ini baru ada kurang dari 400 unit per KSM. Yang ada pun masih belum bisa dipastikan keberlanjutannya karena sejumlah kendala,” tutur Pras, panggilan Prasetyastuti.

Untuk Kota Bogor, ujar Pras, dari 52 unit yang pembangunannya dibiayai pemerintah, 80 persen pengelolaannya sudah baik. Sementara yang lainnya kurang berjalan akibat kelembagaan KSM belum kukuh dan kesadaran masyarakat membayar iuran biaya operasional belum tumbuh. “MCK atau IPAL komunal setelah dibangun pemerintah operasionalnya jadi tanggung jawab komunal pengguna,” katanya.

Rabu kemarin, Kepala Dinas Pengawasan Pembangunan Permukiman Boris Darurasman membenarkan temuan Aksansi mengenai adanya MCK komunal yang tidak beroperasi dengan baik. “Kalau ada yang tidak berfungsi secara teknis, kami tentu akan membantu merehabilitasi MCK komunal. Namun, selanjutnya partisipasi komunal adalah paling utama,” katanya.

Kepala Forum Kota Sehat Kota Bogor Abdul Karim mengatakan, saat ini belum semua KSM memungut iuran biaya pengelolaan sanimas. Sebab, belum ada payung hukum untuk pengelola atau pengurus KSM memungut iuran.

Sampah menumpuk

Skorsing pegawai harian lepas Unit Pelaksana Kebersihan (PHL UPK) Badan Air di Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, mulai berdampak pada penumpukan sampah di Kali Sentiong. Volume sampah yang mencapai 8 meter kubik per hari menumpuk di kali tersebut. Akibatnya aliran air tak lancar dan sampah mengeluarkan bau tak sedap.

Menurut Rachmat Santoso, pengawas UPK Badan Air Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, sampah sudah menumpuk sekitar dua hari lalu. Sampah menumpuk di kali karena seluruh tenaga PHL UPK di Kecamatan Johar Baru mendapat sanksi skors karena berfoto dengan poster salah satu calon gubernur. Beberapa PHL dari kecamatan lain lalu diperbantukan untuk membersihkan sampah di wilayah kerja yang ditinggalkan. PHL di Kecamatan Johar Baru itu diskors selama satu bulan dan tidak mendapatkan gaji pada Desember ini.

Kampanye TB

Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Sumarsono, kemarin, mengungkapkan, tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan di Jakarta. DKI mengupayakan kampanye pencegahan dan pemberantasan melalui media angkutan umum transjakarta.

“Untuk bisa melakukan pencegahan dan pemberantasan, diperlukan media untuk mengedukasi masyarakat akan TB sehingga masyarakat benar-benar bisa memahami dan kemudian bisa melakukan langkah-langkah pencegahannya,” ujar Sumarsono seusai temu media edukasi TB di Balai Agung, DKI Jakarta. Selanjutnya, DKI akan membolehkan penggunaan bus-bus transjakarta sebagai media kampanye pemberantasan TB.

Artikel terkait

Leave a Reply

Back to top button