Kliping

Membersihkan Jakarta yang Penuh Risiko

Luka sobekan akibat tersayat pecahan kaca, yang terselip dalam tumpukan sampah, masih membekas di punggung tangan kanan Danang (35). Ia teringat, cedera yang dideritanya itu membuatnya tak bisa bekerja selama sekitar dua minggu.

Urat tendon saya nyaris putus,” ujar petugas kebersihan di Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, itu, Selasa (18/10). Hari itu, ayah satu anak tersebut mewakili petugas kebersihan lain menerima bantuan asuransi keselamatan di kantor Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Cililitan, Jakarta Timur.

Menangani sampah di Jakarta memang bukan hal mudah. Ada sekitar 7.000 ton sampah yang harus diangkut setiap hari, baik di darat maupun di sungai. Di kedua lokasi itu, sampah terselip di banyak tempat, di saluran, jalanan, lahan kosong, atau bantaran kali hingga mengendap di dasarnya.

Masih rendahnya kesadaran warga dalam menjaga kebersihan hingga memilah sampah rumah tangga membuat pengangkutan sampah di Jakarta bukan pekerjaan ringan. Sampah pecah belah dari kaca, keramik, dan genteng kerap bercampur dengan sampah rumah tangga.

“Pakai sarung tangan pun kadang masih tertembus pecahan kaca di tumpukan sampah itu,” kata Danang.

Danang adalah satu di antara 13.231 pekerja harian lepas (PHL) dari Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Mereka kini menjadi ujung tombak kebersihan kota dengan gaji setara upah minimum provinsi (UMP), yaitu sekitar Rp 3,1 juta.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menanggung keikutsertaan asuransi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan para PHL ini tanpa mengurangi upah bulanan. Tambahan asuransi yang diberikan sejak Selasa lalu dimaksudkan untuk menambah jaring pengaman bagi para PHL kebersihan itu. Selain itu, juga membuat mereka lebih nyaman bekerja.

Di aliran sungai, petugas kebersihan tidak hanya rawan terbawa arus sungai, tetapi juga rawan tenggelam di dalam endapan lumpur sungai. Jika mengalami kram di kaki, dipastikan tak akan bisa menggerakkan tubuh untuk berenang menyelamatkan diri hingga akhirnya terbawa arus sungai.

“Sekarang kami wajib mengenakan rompi pelampung untuk menjaga keselamatan diri sendiri karena membersihkan sampai di aliran sungai dan kanal itu selalu rawan terbawa arus air,” tutur Rusdi (40), petugas kebersihan Badan Air Dinas Kebersihan DKI Jakarta di wilayah Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur.

Risiko terluka saat bertugas membersihkan sampah di sungai itu juga diakui Syaifuddin (41), petugas Unit Pengelola Kebersihan (UPK) Badan Air Dinas Kebersihan yang bertugas di ruas Kali Grogol di Pondok Indah, Jakarta Selatan. Ancaman menginjak beling atau paku hingga tertimpa longsoran tanah dan batu, setiap hari mereka hadapi. Apalagi, saat mereka harus bertugas di sungai yang airnya sudah tercemar, seperti ruas Kali Grogol di kawasan Jatayu, Kebayoran Lama.

Kondisi pekerjaan seperti ini membuat mereka rentan beragam penyakit. Koreng bekas gatal-gatal dan gigitan kutu air di badan ibarat penanda kerasnya lingkungan yang harus mereka hadapi setiap hari. Berbagai penyakit yang berkaitan dengan lingkungan kotor pun mengintai. “Rata-rata petugas di sini sudah pernah kena tipus,” kata Syaifuddin.

Meninggal saat bertugas

Wakil Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Ali Maulana Hakim menuturkan, selama 2016 ada lima petugas kebersihan yang meninggal saat bekerja. Salah satunya meninggal terbawa arus sungai. Ada pula yang meninggal dan cacat tertabrak kendaraan saat menyapu jalan.

Bagi yang cacat, kata Ali, tetap dapat diterima bekerja selama fisiknya masih mampu. Namun, jika mengalami cacat permanen, kerabatnya dapat menggantikan sebagai petugas kebersihan. Dengan harapan, melalui kerabatnya, petugas kebersihan itu tetap bisa memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya.

Menurut Ali, tingginya risiko pekerjaan mengangkut sampah itu di antaranya yang menjadi alasan 13.231 petugas kebersihan perlu dilengkapi asuransi jaminan kesehatan dan keselamatan dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. “Hadirnya Asuransi Jagadiri memberikan bantuan asuransi keselamatan bagi semua petugas kebersihan, itu juga sangat membantu,” katanya lagi.

Presiden Direktur Asuransi Jagadiri Reginald J Hamdani mengatakan, bantuan asuransi bagi petugas kebersihan berlaku selama tiga bulan, terhitung dari 18 Oktober 2016 hingga 17 Januari 2017. Asuransi Jagadiri akan menambah jaminan yang diperoleh petugas kebersihan jika mengalami kecelakaan kerja.

“Dengan asuransi Jagadiri, petugas kebersihan yang mengalami kecelakaan kerja tidak hanya memperoleh jaminan dari BPJS, tetapi juga ditambah dengan jaminan dari Jagadiri,” ujarnya.

Kendati asuransi tambahan itu hanya ditanggung pemerintah selama tiga bulan pertama, Danang mengatakan, itu cukup baik karena risiko kerja membersihkan sampah di Jakarta cukup tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan asuransi yang dapat menjaga keamanan ekonomi keluarganya saat dia mengalami cedera parah akibat bekerja.

“Kalau hanya ditanggung tiga bulan, saya masih tertarik untuk melanjutkan asuransi itu. Apalagi preminya masih terjangkau, Rp 30.000 per bulan,” katanya.

Selanjutnya, kata Ali, Dinas Kebersihan DKI Jakarta tak bisa lagi hanya menjadi instansi yang membersihkan sampah di Ibu Kota. Sudah saatnya warga didorong ikut menjaga kebersihan kota. Salah satu caranya dengan mendorong Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan surat keputusan gubernur terkait pegawai negeri sipil (PNS) yang dapat menindak warga pembuang sampah sembarangan.

Dalam SK itu, semua penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) di semua instansi pemerintah DKI Jakarta dapat menangkap dan memeriksa warga yang membuang sampah sembarangan. Penindakan antara lain dengan denda hingga Rp 500.000 untuk warga dan denda hingga Rp 25 juta bagi perusahaan, seperti diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2013.

Menurut Kepala Bidang Pengendalian Kebersihan Dinas Kebersihan DKI Jakarta Hariadi, warga yang membuang sampah sembarangan itu masih banyak. Selama tahun 2016, dengan mengandalkan PPNS Dinas Kebersihan DKI Jakarta, terjaring 212 pelanggaran dengan total denda yang terhimpun sebesar Rp 155 juta.

Di antara yang terjaring dalam operasi tangkap tangan membuang sampah sembarang, ada 20 penyedia jasa pengangkut sampah. Umumnya penyedia jasa itu adalah perusahaan pengangkut sampah yang menangani sampah di rumah makan ataupun gedung. Pelanggaran yang dilakukan biasanya penyedia jasa itu membuang sampah yang diangkut ke aliran sungai ataupun di tanah kosong. Penyedia jasa yang membuang sampah sembarangan itu dikenai denda Rp 10 juta sampai Rp 15 juta.

“Denda yang diberikan belum maksimal. Karena dengan denda Rp 15 juta saja, masih ada yang mencicil dua kali untuk kurun dua bulan,” ujar Hariadi.

Menurut Hariadi, jika semua PPNS di semua instansi pemerintah dapat ikut memproses warga ataupun penyedia jasa yang membuang sampah sembarang, tentu akan lebih banyak lagi yang terjaring. Diharapkan, dari penindakan hukum itu dapat mendorong kesadaran warga menjaga kebersihan.

Oleh karena sejatinya, kota sebagai tempat hidup bersama sudah menjadi kewajiban bagi semua penghuninya untuk bersama-sama menjaga kebersihan.

Artikel terkait

Leave a Reply

Back to top button