Kliping

Celah di Pengawasan atau Pembiaran?

Selama bertahun-tahun, pengawasan yang minim menjadi celah yang dimanfaatkan untuk mengambil air bawah tanah secara ilegal di DKI Jakarta. Seharusnya, pengendalian dan pengawasan ketat pemakaian air bawah tanah bisa dilakukan jika elemen-elemen terkait serius terlibat.

Berdasarkan penelusuran Kompas selama beberapa bulan terakhir, pengambilan air tanah berlebihan di Jakarta terus terjadi. Sebagian besar diyakini merupakan pengambilan ilegal, dalam arti tidak terdaftar atau terdaftar, tetapi memanipulasi pencatatan meteran air tanah yang dipasang di sumur-sumur.

Salah satu penyebab semua itu adalah minimnya pengawasan. Jangankan untuk menghentikan pemakaian air bawah tanah secara ilegal, untuk mencatat dan mengawasi pemakaian saja sudah kerepotan.

Hingga saat ini, seluruh proses pencatatan dan pengawasan air tanah hanya ditangani satu instansi, yakni Dinas Tata Air DKI Jakarta. Dinas itu hanya memiliki 19 tenaga pencatat meteran sumur air tanah untuk mencatat pemakaian air tanah 4.432 pelanggan se-Jakarta. Artinya, 1 orang rata-rata menangani 200 pelanggan yang dicatat dari tanggal 1 hingga 20 setiap bulan. Data yang mereka catat ini menjadi patokan perhitungan penarikan pajak air bawah tanah.

Sisi pengawasan juga sama merananya. Petugas pengawas hanya lima orang. Mereka bertugas mengawasi penggunaan seluruh pelanggan sumur air bawah tanah.

Direktur PD PAM Jaya Erlan Hidayat, kepada Kompas, Kamis (22/9), menyampaikan, tugas pencatatan meteran sumur idealnya berada di PAM Jaya. Dari pencatatan itu bisa dilihat apakah sumur sudah benar, meteran baik, dan pencatatan telah tepat. Pencatatan yang baik digunakan untuk menganalisis pemakaian air setiap pelanggan. Pendapatan pajak air tanah tetap masuk ke kas daerah.

Konversi ke perpipaan

Erlan menambahkan, pengambilan air bawah tanah seharusnya bisa diminimalkan, lalu dikonversi ke air perpipaan. Akan tetapi, ia mengakui konversi ini belum bisa dilakukan serentak di semua wilayah DKI.

“Untuk wilayah tertentu, saya kira airnya cukup. Di wilayah Aetra di timur Ciliwung seharusnya bisa dilakukan seiring peningkatan produksi. Wilayah barat untuk meng-cover semua mungkin belum bisa,” ujarnya.

Seperti diketahui, pengelolaan air perpipaan di Jakarta dibagi kepada dua operator swasta. PT Aetra Air Jakarta secara umum melayani sisi timur Kali Ciliwung dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) sisi baratnya.

Berdasarkan data pelanggan air tanah Dinas Tata Air DKI, pada Juli 2016, pelanggan pemakai air tanah paling banyak berada di wilayah Jakarta Selatan, yakni 1.178 pelanggan. Wilayah ini tanggung jawab PT Palyja.

Jumlah itu pun baru yang tercatat di bulan tersebut. Masih ada ratusan pelanggan di Jakarta Selatan yang tidak rutin didatangi petugas pencatat.

Ekstraksi air tanah berlebihan tak hanya berkaitan dengan potensi pajak yang jumlahnya miliaran rupiah, tetapi juga terkait degradasi lingkungan.

Penyedotan air tanah berkelindan dengan penurunan muka tanah di Ibu Kota. Penurunan muka tanah membuat ancaman banjir makin besar.

Kepala Seksi pemeliharaan dan Pengawasan Air Bawah Tanah dan Air Baku Dinas Tata Air Ahmad Sodri, Selasa (18/10), menuturkan, sejumlah kelemahan memang masih terjadi di lingkup kerja air bawah tanah.

“Tetapi, tahun ini kami telah berusaha maksimal. Temuan sumur ilegal telah sekitar ratusan. Jauh dibandingkan tahun lalu. Proses pencatatan meteran juga diperbaiki,” kata Sodri.

Ditemui secara terpisah, Kepala Bidang Pengendalian Dinas Pelayanan Pajak DKI Elvariansah, September, mengatakan, sejauh ini pihaknya memang hanya “mengeksekusi” data dari Dinas Tata Air.

Dari data pemakaian tersebut, pengumpulan pajak air bawah tanah hingga September 2016 telah mencapai Rp 66 miliar dari target tahun ini sebesar Rp 100 miliar. Meski begitu, masih ada piutang dari pelanggan sebesar Rp 15 miliar.

Target tersebut, tambah Elva, untuk memenuhi kewajiban semata. Sebab, seharusnya semakin sedikit pajak artinya semakin bagus karena pemakaian air tanah berarti menurun.

Ketua Tim Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Komisi Pemberantasan Korupsi Dian Patria mengakui isu air belum mendapat perhatian penuh pemerintah. Sejauh ini belum ada langkah-langkah sistematis yang dikawal ketat terkait persoalan air, khususnya air bawah tanah.

Salah satu hal yang membuat rumit, kata Dian, karena menyangkut kepentingan banyak pihak dan sistem yang begitu sengkarut. “Untuk analisis data saja, kalau kami bilang, baru di angka 10 pada skala 0-100. Inilah kondisi air tanah di Jakarta, kesannya dibiarkan dalam kondisi seperti ini,” ucap Dian.

Artikel terkait

Leave a Reply

Cek juga
Close
Back to top button