Kliping

Pemilik Usaha Bongkar Sendiri Bangunan

JAKARTA, KOMPAS — Pengelola Hotel Pop yang berada di pinggir Kali Krukut di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, membongkar sendiri bangunannya yang terlalu rapat di bibir sungai tersebut. Pembongkaran sendiri ini diharapkan bisa diikuti pemilik-pemilik bangunan lain di bantaran Kali Krukut.

Dari pengamatan di lokasi, Senin (10/10), pagar Hotel Pop yang terletak di tepi Kali Krukut terlihat sudah mundur sekitar 3 meter dari dinding yang semula berada tepat di atas bibir sungai.

Kepala Seksi Penertiban Suku Dinas Penataan Kota Jakarta Selatan Bonar Ambarita mengatakan, pembongkaran itu dilakukan sendiri oleh pengelola hotel pada Jumat pekan lalu. “Itu setelah kami beri peringatan kedua sebelum dilakukan tindakan hukum,” katanya.

Menurut Bonar, batas lahan Hotel Pop Kemang sesuai sertifikat sebenarnya tak sampai ke pinggir Kali Krukut. Namun, pihak pengelola hotel membangun dinding tepat di atas bibir kali. Dinding itu, kata Bonar, dibangun untuk melindungi lahan hotel, bukan untuk mengokupasi bantaran.

Pihak pengelola Hotel Pop Kemang menolak berkomentar terkait pemunduran dinding ini.

Inventarisasi bangunan

Sejauh ini, baru Hotel Pop Kemang yang diberi peringatan karena melanggar aturan penggunaan lahan di bantaran sungai. Selanjutnya, Sudin Penataan Kota Jaksel akan menginventarisasi bangunan lain di sepanjang Kali Krukut di Jalan Kemang Raya. Hal ini untuk memastikan bangunan-bangunan tersebut melanggar aturan atau tidak.

Selain di Kemang, penertiban bangunan dan pengerukan Kali Krukut juga mulai dilakukan di sekitar Kelurahan Petogogan. Pematokan trase Kali Krukut pun sudah dilakukan.

Selain di Jaksel, Pemerintah Kota Jakarta Barat (Jakbar) juga tengah menginventarisasi bangunan di bantaran Kali Angke Lama, Kembangan Utara, Jakbar. Menurut rencana, sekitar 84.000 meter persegi lahan di RW 004, RW 005, dan RW 010 Kelurahan Kembangan Utara akan ditertibkan untuk normalisasi kali tersebut.

Lurah Kembangan Utara Febbiandri Suharto, Senin, mengemukakan, program normalisasi Kali Angke Lama tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta Nomor 1705 Tahun 2015. Dalam SK itu disebutkan, Dinas Tata Air DKI Jakarta diminta mengosongkan bangunan, hunian, dan semua benda di lokasi dalam waktu dua tahun setelah SK terbit.

Menurut Febbiandri, sejumlah warga menolak program itu karena sudah membeli tanah dari ahli waris.

Saat ini, bantaran Kali Angke Lama yang akan terkena normalisasi itu sudah dipadati permukiman warga. Sebagian besar adalah rumah permanen.

Lebar kali pun menyempit menjadi hanya sekitar 5 meter. Saat hujan deras, aliran kali tersebut dipompa ke Cengkareng Drain melalui pintu air.

Salah satu warga RT 001 RW 008, Lia (36), mengaku membeli tanah di bantaran kali dari seorang ahli waris dengan harga Rp 7 juta, 17 tahun lalu. Ia pun hanya punya surat kuitansi pembeli tanah.

Meskipun tak berada di tiga RW yang disasar penertiban, Lia tetap waswas rumahnya ikut kena gusur. “Kami, kan, enggak tahu wilayah mana saja yang bakal terkena normalisasi. Apakah wilayah kami masuk zona taman atau jalan, selama ini belum jelas,” ujar Lia, kemarin.

Febbiandri mengatakan, pihaknya sudah empat kali melakukan sosialisasi rencana normalisasi itu kepada perwakilan warga. Namun, pekan lalu, saat Sudin Perumahan dan Gedung Pemda Jakbar akan mengukur trase, warga menghalangi karena merasa informasi dari pemerintah belum jelas.

Ancaman sampah

Di Jakarta Timur (Jaktim), tempat penimbunan sampah liar dibiarkan begitu saja dan mengancam kebersihan sungai. Seperti terlihat di Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, ada timbunan sampah liar di pinggir saluran air Kali Taman Mini. Apabila hujan, timbunan sampah tersebut ikut hanyut ke saluran air.

Salah satu timbunan sampah di RT 006 RW 005 sudah hampir setahun tak teratasi. “Timbunan sampah itu muncul karena tak ada iuran pengangkutan sampah di tempat kami. Akhirnya warga menggunakan lahan kosong milik orang untuk tempat sampah. Saya juga buang sampah ke sana,” kata Tini, warga setempat.

Lurah Lubang Buaya Fathoni mengatakan, sudah beberapa kali pihaknya mengangkut sampah dari penimbunan sampah liar itu. Namun, kesadaran warga untuk menjaga lingkungan masih juga rendah. (IRE/MDN/DEA)

Artikel terkait

Leave a Reply

Cek juga
Close
Back to top button