Kliping

Penanganan Hulu Belum Optimal

JAKARTA, KOMPAS — Penanganan sampah Jakarta di bagian hulu, khususnya produsen, dinilai masih lemah. Oleh karena itu, produksi sampah sulit ditekan, bahkan cenderung naik, dan kini rata-rata 7.000 ton per hari.

Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam menyatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjalankan dua program utama, yakni peningkatan kinerja pengelolaan dan pengurangan timbunan sampah. Kinerja pengelolaan relatif lebih baik, tetapi pengurangan timbunan belum berhasil.

“Target peningkatan cakupan pelayanan hanya naik rata-rata 1 persen per tahun, yakni 93 persen pada 2015, lalu 94 persen pada 2016, dan 95 persen tahun 2017. Artinya, Dinas Kebersihan hanya mempertahankan capaian yang sudah ada,” tutur Roy dalam “Rembuk Kebersihan Warga Jakarta”, Kamis (15/9).

Selain cakupan pelayanan yang belum menyeluruh, produksi sampah tidak bisa segera diturunkan karena program bank sampah belum optimal. Padahal, program itu ideal untuk mengurangi volume sampah dari sumbernya, antara lain rumah tangga, pasar, dan sekolah.

Menurut Roy, Pemprov DKI hanya menganggarkan Rp 2,52 miliar atau sekitar 0,004 persen dari total belanja daerah tahun ini. Angka itu mencakup kegiatan pelatihan pengelolaan, pembuatan bank sampah, penyediaan sarana prasarana, pembinaan, dan pengawasan. “Pemprov DKI fokus memperbanyak jumlah bank sampah, tetapi lupa merawatnya. Akibat kendala modal dan sarana, bank sampah sulit berkembang,” ujarnya.

Dalam survei di 10 kelurahan di Jakarta, IBC antara lain menemukan bahwa masyarakat belum banyak terlibat dalam perencanaan penganggaran soal persampahan. Rata-rata warga menyatakan tidak tahu pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang).

Perilaku

Menurut Kepala Bidang Peran Serta Masyarakat Dinas Kebersihan DKI Jakarta Yusen Hadirman, selain faktor sarana prasarana, pengurangan volume sampah sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat. Pada pelaksanaan bank sampah, misalnya, selain kekurangan modal untuk membeli sampah, pengelola menghadapi keterbatasan sarana, seperti kerusakan alat penimbang.

Akan tetapi, pengelolaan sampah Jakarta dinilai lebih baik melalui swakelola. Setelah mengambil alih tenaga kebersihan dan pengangkutan, Pemprov DKI mulai mengelola sendiri Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang di Bekasi, Jawa Barat.

Kini produksi sampah Jakarta berkisar 6.700 ton-7.000 ton per hari. Dari jumlah itu, 53 persen di antaranya berupa sampah organik. Selain mengoptimalkan bank sampah dan sosialisasi, Dinas Kebersihan berupaya menekan produksi dengan membangun insenerator di Jakarta dan di sumber sampah seperti pasar tradisional.

Yusen mengatakan, tahun lalu ada 376 bank sampah di seluruh Jakarta. Jumlahnya ditargetkan menjadi 641 unit tahun 2016 dan 1.175 unit bank sampah tahun 2017. Sementara fasilitas pembakaran bersuhu tinggi direncanakan segera dibangun di Sunter, lalu menyusul di Cakung, Marunda, dan Kosambi.

Kepala Bidang Prasarana Sarana Kota dan Lingkungan Hidup Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta Tri Rachmat Djunarso menambahkan, Pemprov DKI membuka ruang bagi partisipasi publik dalam perencanaan pembangunan. Selain mekanisme musrenbang, warga bisa menyampaikan usulan melalui anggota DPRD selama masa reses.

“Saya justru kaget ketika disebut warga tidak dilibatkan dalam proses,” ujarnya. (MKN)

Artikel terkait

Leave a Reply

Back to top button