Kliping

Sanksi Pelaku Diusulkan Masuk Perda

JAKARTA, KOMPAS — Sanksi tegas terhadap aparat negara dan warga yang terlibat kasus bisnis makam palsu akan dibahas untuk diusulkan dimasukkan dalam peraturan daerah. Selama ini belum ada rincian yang mengatur mengenai sanksi terhadap praktik jual beli tanah makam umum itu. Tanpa adanya sanksi, praktik itu dikhawatirkan akan masih terus terjadi.

Kepala Suku Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Jakarta Selatan Muhammad Iqbal mengatakan, hasil dari serangkaian pembongkaran makam palsu tersebut adalah pentingnya sanksi tegas ditetapkan dalam peraturan daerah. Selama ini, Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pemakaman belum detail membahas sanksi.

“Ini masih akan dibicarakan lagi, baru kemudian diusulkan untuk masuk dalam peraturan daerah,” katanya, Senin (1/8).

Dari pemeriksaan di dua tempat pemakaman umum (TPU) di Jakarta Selatan pada pekan lalu, ditemukan 22 makam yang dipastikan palsu, yaitu 10 petak di TPU Jeruk Purut dan 11 petak di TPU Menteng Pulo.

Selain itu, masih ada sekitar 70 petak makam terindikasi palsu di wilayah Jakarta Selatan, yaitu di TPU Tanah Kusir dan TPU Kampung Kandang di Jagakarsa. Akan tetapi, 70 petak makam ini akan diselidiki sebelum dibongkar.

Selain belum diaturnya sanksi, sosialisasi kepada warga juga dinilai masih kurang. Masih banyaknya warga yang tidak tahu mengenai layanan pemakaman gratis di TPU di DKI Jakarta ini membuat pungutan liar ataupun pemesanan makam rentan terjadi.

Gelisah

Permasalahan makam ini mengakibatkan kegelisahan sebagian warga. Harlis (74) dan adik iparnya, Ramadhan (71), misalnya, berkeliling demi memastikan makam neneknya, Sunnah, di TPU Grogol Kemanggisan, Jakarta Barat, tidak dibongkar.

Dari rumahnya di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, dan Pondok Bambu, Jakarta Timur, keduanya pergi ke Bekasi untuk mengambil surat izin penggunaan tanah makam (IPTM). Mereka juga membuat nisan baru agar tidak dicurigai sebagai makam fiktif. Masalahnya, kata Harlis, keterangan yang tertulis di nisan salah. Tanggal kematian justru ditulis di tanggal kelahiran, sedangkan tanggal kematian justru kosong.

Ramadhan mengaku khawatir makam dibongkar karena nisan yang salah tersebut. “Kami tidak tahu kapan kelahiran nenek kami ini. Orang kuno, kan, banyak yang tidak tahu kapan kelahirannya. Lalu oleh pembuatnya, tulisan di nisan tertukar. Ini kan jadi seperti kuburan fiktif yang katanya dibongkar di mana-mana itu,” ujar Ramadhan yang mengaku tidak bisa tidur berhari-hari memikirkan makam neneknya itu.

Keduanya mengeluarkan biaya sekitar Rp 500.000 untuk membuat nisan baru serta membayar tukang untuk menggantinya. “Tidak apa-apa jadinya membayar, yang penting kami tenang,” kata Harlis.

Petugas di TPU Grogol Kemanggisan, M Chaeruddin Noer (44), mengatakan, banyak orang datang hanya untuk memastikan makam kerabatnya tidak dibongkar. “Padahal, kalau mau bongkar, pasti ditanyakan dulu ke ahli warisnya. Lagi pula di sini tak ada temuan makam palsu,” katanya.

Menurut Chaeruddin, karena lokasinya yang berada di perkotaan, TPU Grogol Kemanggisan berulang kali didatangi orang yang ingin memesan tanah makam. Orang-orang itu rela menawarkan uang jutaan rupiah untuk memesan lahan makam. Biasanya mereka ingin memakamkan keluarganya dekat rumah.

Namun, kata Chaeruddin, TPU Grogol Kemanggisan tidak bisa menerima pemakaman baru karena sudah penuh. TPU tersebut tinggal menerima pemakaman bersusun yang harus disetujui ahli waris makam yang akan disusun. (IRE)

Artikel terkait

Leave a Reply

Back to top button