Kliping

Aktivitas TPST Belum Pulih

BEKASI, KOMPAS — Meskipun Dinas Kebersihan DKI Jakarta, selaku pengelola, telah mendatangkan sejumlah alat berat, aktivitas di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang belum normal. Truk-truk mengantre, sampah menumpuk di tepi jalan. Namun, DKI menilai masalah ini wajar di masa transisi.

ADITYA PUTRA PERDANA Sejumlah truk yang mengangkut sampah dari sejumlah wilayah di DKI Jakarta mengantre saat memasuki titik pembuangan di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Kamis (21/7). Belum beroperasinya sebagian alat berat milik Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta selaku pengelola membuat aktivitas di TPST Bantargebang masih terganggu. Sebagian sampah yang menumpuk di jalan belum diangkut.
ADITYA PUTRA PERDANA
Sejumlah truk yang mengangkut sampah dari sejumlah wilayah di DKI Jakarta mengantre saat memasuki titik pembuangan di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Kamis (21/7). Belum beroperasinya sebagian alat berat milik Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta selaku pengelola membuat aktivitas di TPST Bantargebang masih terganggu. Sebagian sampah yang menumpuk di jalan belum diangkut.

Sejumlah fasilitas di TPST Bantargebang seperti daur ulang sampah menjadi biji plastik dan instalasi pengolahan air sampah (IPAS) berjalan normal. Akan tetapi, kegiatan pengolahan sampah menjadi kompos terhenti.

Pada Kamis (21/7) atau sehari setelah DKI mendatangkan sejumlah alat berat ke Bantargebang, truk-truk sampah terus berdatangan dari pagi hingga malam. Truk mengangkut sampah dari seluruh wilayah di DKI. Malam sebelumnya, truk ditahan di wilayah masing-masing. Namun, hal tersebut tidak dibarengi dengan kesiapan sejumlah alat berat. Hanya ada dua titik pembuangan di zona 1 dan 2. Truk-truk harus mengantre sebelum memasuki area tempat menurunkan sampah.

Salah seorang sopir truk, Rukiyat, tiba di Bantargebang pukul 12.00, tetapi hingga pukul 17.30 belum juga kebagian giliran membuang sampah. ”Menunggu seperti ini, jadinya habis waktu dan habis uang. Bawaannya ingin makan dan ngopi terus,” katanya.

Setelah sempat diguyur hujan deras pada pukul 15.00, pengelola membuka satu titik pembuangan lagi di zona 3 pada pukul 18.00. Sedikitnya dua ekskavator diangkut trailer ke zona 3 untuk mengakomodasi truk-truk yang hendak menurunkan sampah.

Selain itu, sampah-sampah di jalan di samping zona 3 TPST Bantargebang masih menumpuk. Sampah tersebut hasil buangan truk-truk sampah yang tiba Rabu dini hari ketika Sampah tersebut hasil buangan truk-truk sampah yang tiba Rabu dini hari ketika sama sekali tidak ada aktivitas karena ketiadaan alat berat..

Kepala Satuan Pelaksana Pengolahan Akhir Sampah Dinas Kebersihan DKI di Bantargebang Rizky Febrianto mengatakan, antrean panjang karena DKI baru memiliki 15 ekskavator. Trailer yang mengangkut ekskavator ke titik pembuangan juga terbatas. Sebelumnya, selain 15 ekskavator, DKI juga mendatangkan 6 shovel dan 1 buldoser. Alat berat itu untuk mengeruk 6.500 ton-7.000 ton sampah yang setiap harinya tiba.

Mengenai para pekerja harian lepas (PHL) yang langsung direkrut dari pengelola sebelumnya, PT Godang Tua Jaya (GTJ), Rizky mengatakan, semua sudah disetujui. Pembayaran upah oleh DKI baru akan terhitung per 1 Agustus 2016. Sebelum itu, upah masih dibayarkan PT GTJ.

Rizky menuturkan, pihaknya melakukan inspeksi gabungan dengan PT GTJ dalam 30 hari ke depan terkait aset-aset pengolahan sampah. ”Saat ini, kami fokus dulu ke titik pembuangan. Ke depan akan dibutuhkan teknologi untuk menurunkan tumpukan sampah,” ucapnya.

ADITYA PUTRA PERDANA
ADITYA PUTRA PERDANA
ADITYA PUTRA PERDANA
ADITYA PUTRA PERDANA

DKI klaim wajar

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyatakan, gangguan pada masa transisi merupakan hal yang wajar. Dia mencontohkan situasi pasca pengambilalihan pengangkutan sampah dari swasta ke dinas kebersihan dua tahun lalu.

Kepala Unit Pengelola TPST Bantargebang Dinas Kebersihan DKI Jakarta Asep Kuswanto, Kamis, menyatakan, antrean truk sampah terjadi selama proses penarikan alat berat milik PT GTJ serta masuknya alat berat milik Pemprov DKI. Situasi berangsur normal.

Selain alat berat dan operator, Dinas Kebersihan DKI Jakarta tengah menunggu data pekerja dari PT GTJ dan PT Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI), operator TPST Bantargebang sebelumnya. Mereka diprioritaskan direkrut sebagai pekerja pasca pemutusan kontrak kerja sama Pemprov DKI dengan GTJ dan NOEI.

Menurut Asep, sementara terdata sekitar 80 operator dan 381 pekerja GTJ dan NOEI. Selain merekrut pekerja yang ada, Pemprov DKI meneruskan sosialisasi pengambilalihan pengelolaan TPST kepada camat, lurah, kepolisian, serta warga sekitar.

Selain laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan potensi kerugian daerah dari kontrak tersebut, pemutusan kerja sama ditempuh berdasarkan hasil audit Price WaterHouse Coopers. Menurut Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Isnawa Adji, hasil pemeriksaan auditor independen itu menguatkan temuan BPK.

Pemprov DKI mengambil alih pengelolaan sampah secara bertahap tiga tahun terakhir. Selain tidak efektif menangani sampah, kerja sama dengan swasta dianggap merugikan keuangan daerah. Sebab, setiap tahun Pemprov DKI menganggarkan dana hingga Rp 1 triliun, tetapi problem tak tertangani.

Setelah tenaga kebersihan dan pengangkutan sampah pada 2013 dan 2014, Pemprov DKI mengevaluasi pengelolaan TPST Bantargebang. Dengan dasar temuan BPK, Dinas Kebersihan DKI menerbitkan surat peringatan 1-3 sebelum melayangkan surat pemutusan kontrak kerja sama pada Selasa (19/7).(MKN/C03/*)

ADITYA PUTRA PERDANA
ADITYA PUTRA PERDANA
ADITYA PUTRA PERDANA
ADITYA PUTRA PERDANA

 

Artikel terkait

Leave a Reply

Back to top button