Kliping

Perjuangan Relawan demi “Kota Paling Dicintai”

Kegembiraan sekitar 30 anak muda itu akhirnya meledak setelah tertunda sekitar satu jam, Jumat (30/6) lalu. Mereka bersorak, berpelukan, dan saling memberi selamat di Ruang Hijau, salah satu ruang rapat di Balai Kota Bogor.

Wali Kota Bogor Bima Arya
KOMPAS/RATIH P SUDARSONOWali Kota Bogor Bima Arya “tenggelam” di tengah warganya yang ingin berfoto bersama dengan latar belakang “WeLoveBogor”. Foto bersama seperti ini nyaris setiap hari mewarnai kegiatan Bima dan relawan “WeLoveBogor” selama masa kompetisi “WeLoveCities 2016” pada 26 April-29 Juni lalu.

Sejak pukul 14.30, raut harap-harap cemas terlihat di wajah mereka di ruangan itu, termasuk di wajah Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto. “Benar, nih, pengumumannya hari ini seharusnya pukul 15.00. Sekarang sudah 15.30,” kata Bima.

Mereka berkumpul di situ untuk menunggu pengumuman kompetisi internasional We Love Cities 2016 yang digelar WWF International. Pemenang kompetisi itu akan menyandang gelar “kota paling dicintai” di dunia.

Hingga pukul 16.00, tampilan laman resmi WWF International yang ditayangkan di layar besar belum menunjukkan pengumuman pemenang. Ternyata, persoalannya hanya pada operator yang lupa memuat ulang (refresh) tampilan laman itu di notebook-nya.

Baru setelah ada yang berinisiatif membuka akun We Love Cities di Facebook, di situ tertera status “Congratulation Bogor! Winner of We Love Cities 2016 and the most lovable city in the world!” Teriakan kegembiraan pun tak tertahan.

Anak-anak muda itu adalah relawan “WeLoveBogor” yang diajak Bagian Humas Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk mengampanyekan keikutsertaan Bogor dalam kompetisi ini sejak dua bulan sebelumnya. Berbagai cara mereka tempuh untuk mengajak siapa saja memberi suara memilih Kota Bogor sebagai kota paling dicintai di dunia.

Pemenang kompetisi ini memang ditentukan berdasarkan “pemungutan suara” secara daring di laman www.welovecities.org. Selain itu, setiap unggahan di Twitter dan Instagram yang mencantumkan tagar setiap kota, juga dihitung sebagai suara dukungan untuk kota tersebut.

Ada 45 kota dari 20 negara yang mengikuti kompetisi ini, termasuk dari Swedia, Finlandia, Kanada, dan Amerika Serikat. Indonesia diwakili Bogor, Jakarta, dan Balikpapan.

Kompetisi ini digelar untuk menggugah kesadaran warga kota-kota di dunia akan pentingnya membangun kota yang berdaya dukung dan berkelanjutan.

Tidak mudah

Di tengah kondisi Kota Bogor yang masih semrawut dengan persoalan kemacetan lalu lintas, ketidakdisiplinan angkutan kota, dan amburadulnya pedagang kaki lima (PKL), tak mudah mengajak warga untuk mengungkapkan cintanya pada kota ini.

Untung para relawan ini tidak putus asa, berbagai momen dan kegiatan dalam masyarakat, dimasuki dan dipakai untuk mengampanyekan tagar #WeLoveBogor agar jumlah suara pendukung Bogor terus naik.

Di tengah kesibukan mereka sebagai pelajar, mahasiswa, atau pekerja kantoran, para relawan ini meluangkan waktu untuk bergantian mengampanyekan #WeLoveBogor ke sekolah-sekolah.

Akan tetapi, tidak serta-merta para pelajar sekolah-sekolah menengah atas itu, langsung bercuit di Twitter atau memperbarui statusnya di akun Instagram-nya dengan tagar #WeLoveBogor.

Pasalnya, kata para relawan ini, bukan karena para pelajar itu tidak mau, tetapi karena habisnya kuota data internet di gawai mereka, sementara koneksi Wi-Fi di sekolah, kalaupun ada, lemot-nya minta ampun. Tidak jarang, ponsel relawan dipinjamkan agar para pelajar bisa membuka akun Twitter-nya.

“Kami juga jual gelang karet ‘WeLoveBogor’ buat biaya kampanye. Gelang ini juga nanti sebagai tiket masuk konser musik oleh kita untuk kita. Kalau menang, para relawan berencana bikin konser itu di lapangan Pusdikzi atau Kodim 0606. Gelang ini sebagai karcis masuknya,” kata Daisy Manurung, koordinator relawan “WeLoveBogor”.

Daisy mengakui, kampanye kali ini lebih enak dibandingkan dengan tahun 2014 ketika Kota Bogor juga mengikuti kompetisi yang sama. Sekarang, katanya, pihak Pemkot Bogor juga bergairah melakukan kampanye sehingga komunitas-komunitas yang ada pun jadi bergairah ikut kampanye.

Setiap komunitas warga itu berkumpul, selalu ada sesi foto bersama dengan jari-jari tangan membentuk lambang hati, lambang We Love Bogor, yang kemudian diunggah dengan tangar #WeLoveBogor.

Wali Kota Bima Arya juga dengan senang hati memenuhi permintaan warga, dari anak-anak sampai orangtua, untuk berfoto bersama dengan latar belakang properti “WeLoveBogor”. Seusai pertemuan atau acara-acara di kelurahan dan kecamatan, juga selalu ada sesi foto bersama “WeLoveBogor”.

Foto-foto itu kemudian diunggah oleh petugas Bagian Humas Pemkot Bogor ke sejumlah media sosial di internet.

Dikenal dunia

Bima Arya mengaku terkejut bahwa kampanye “WeLoveBogor” akhirnya dikenal cukup baik oleh masyarakat. “Ketika saya tarawih keliling di pelosok-pelosok kota, warga pasti ngajak foto bersama dengan WeLoveBogor. Artinya, gairah untuk menjadikan Bogor dikenal di dunia itu merata,” katanya.

Menurut Bima, keikutsertaan Bogor dalam kompetisi ini menjadi salah satu jalan agar Kota Bogor dikenal masyarakat dunia. Namun, kata Bima, kemenangan dalam kompetisi ini bukan lah tujuan akhir. “Bagi kami adalah bagaimana menyatukan semangat Bogor untuk tetap optimistis dan berpikir positif untuk memperbaiki kota ini,” katanya.

Yang membuat Bima lebih semangat lagi, pihak WWF International akan memberikan berbagai rekomendasi yang perlu dilakukan pemkot dalam pembangunan kota ke depan. Rekomendasi itu berasal dari masukan warga yang berpartisipasi dalam pemungutan suara di laman WeLoveCities dan juga dari panel panitia penyelengara kompetisi.

“Justru ini yang kami tunggu. Bagi kami saran-saran itu jadi amunisi kami untuk menata kota ke depan. Agar predikat kota yang paling dicintai ini bukan predikat omong kosong. Akan tetapi, warga punya alasan untuk mencintai kotanya, untuk membangun kota yang dicintainya,” tutur Bima.

Wali Kota Bogor ini menambahkan, banyak yang bertanya padanya, apa sebenarnya hambatan pembangunan Kota Bogor ke depan. Menurut dia, lawan terbesar untuk membangun Bogor adalah orang-orang pesimistis dan pecundang. Para pecundang itu, kata dia, adalah orang-orang yang hanya berpikir untuk kepentingan dirinya dan kelompoknya.

(RATIH PRAHESTI S)

Artikel terkait

Leave a Reply

Back to top button