Kecantikan Mookervaart, Akankah Kembali?
Asep Zaenal Abidin (42) ingat betul kondisi Sungai Mookervaart di masa kecilnya, akhir tahun 1970-an hingga awal 1980-an. Air yang mengalir dari Sungai Cisadane ke Angke itu sangat jernih. Kejernihan air membuat orangtua tidak khawatir melepas anak mereka mandi dan berenang di sungai.
Sedari lahir, Asep, yang akrab disapa Bang Aza, bermukim di tepi Mookervaart, tepatnya di RW 005, Kelurahan Semanan, Kalideres, Jakarta Barat. Sebelum tahun 1970-an, kawasan ini masuk ke wilayah Tangerang. “Renang di sungai itu sudah jadi kebiasaan kami, anak-anak di sini, pada masa itu. Airnya bersih, enggak kayak sekarang,” ucap Bang Aza, akhir Mei.
Bagi warga setempat, nama Mookervaart tidak dikenal. Warga justru akrab dengan nama Kali Deres untuk menyebut kali yang sama. Ini tidak lain karena arus di Mookervaart itu kencang. Di masa lampau, pada badan sungai terdapat sejumlah batu sehingga arus dari Cisadane terpecah dan menimbulkan tambahan kesan tentang derasnya arus sungai. Kini, Kalideres menjadi nama kecamatan di wilayah tersebut.
Selain untuk berenang, kejernihan Mookervaart juga dimanfaatkan warga setempat untuk mencuci sayuran, mengambil air baku untuk minum, atau untuk mandi. Sehari-hari, menurut Bang Aza, batu-batuan itu dijadikan pijakan bagi warga untuk melakukan berbagai aktivitas harian tersebut.
Sanikem (50), warga RT 008 RW 002, Kelurahan Semanan, juga masih ingat saat-saat pertama dirinya tinggal di tepi Mookervaart pada tahun 1978. Saat itu, kondisi sungai masih bersih. “Sungai jadi tempat untuk semuanya, mulai dari cuci, mandi, hingga minum,” katanya.
Kenangan pada Sungai Mookervaart yang bersih juga terekam jelas oleh Ali Hasan (70). Warga RT 008 RW 005, Semanan, yang bermukim di tepi sungai itu bersama istri dan anak-anak sejak tahun 1980 mengalami sungai yang sangat bersih.
Saking bersihnya air kali, warga tidak tertarik membuat sumur untuk kebutuhan mandi, cuci, dan kakus. Baru tahun 1990-an, warga mulai membuat sumur dan jamban di rumah masing-masing. “Saat kali bersih, kami juga gampang mendapatkan berbagai jenis ikan, seperti tawes, sepat, udang tatang, dan sebagainya. Ikan ini untuk makan warga,” ujar Ali.
Kondisi ini menggambarkan kondisi sungai yang jernih dan bersih. Warga yang bermukim di sekitar sungai mendapatkan manfaat dari kehadiran sungai di tengah-tengah mereka.
Memasuki tahun 1983, air Mookervaart mulai kotor. Pada saat bersamaan, jumlah penduduk bertambah, bangunan di sekitar sungai juga meningkat, dan pabrik bertumbuhan.
Kelestarian sungai pun mulai terancam. Pelan-pelan, air tidak lagi ramah bagi warga. Warga pun mulai berjarak dengan sungai. Sungai pun menjadi halaman belakang rumah warga. Suatu saat, Mookervaart pernah menjadi tempat pembuangan sampah warga.
Kini, sungai yang melintas di Jakarta Barat itu mulai dibenahi. Kondisinya sudah mulai membaik meskipun belum bisa pulih seperti sediakala. Jalan masih panjang dan semua pihak perlu terlibat membuat Mookervaart kembali cantik.
(AGNES RITA SULISTYAWATY/PINGKAN ELITA DUNDU/WINDORO ADI)