Warga Belum Sepakat soal Lahan
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah warga yang tinggal di sekitar proyek pembangunan Tol Depok-Antasari belum sepakat soal pembebasan lahan. Masalah yang muncul antara lain ketidakcocokan harga serta ketidaktepatan pengukuran lahan dan bangunan atau tanah dalam sengketa.
Tjahjo Sasmojo (50), warga Pangkalanjati Baru, Depok, mengatakan, untuk membebaskan lahan seluas 980 meter persegi, pemerintah menawarkan Rp 6,2 juta per meter persegi. “Dasar pengukurannya apa? Mengapa harga antarbidang beda,” katanya, Jumat (5/2).
Tjahjo menuturkan, untuk membebaskan lahan, perlu ada keterbukaan dan metode penghitungan harga yang disepakati antara pemerintah dan warga. Tanpa landasan penghitungan harga yang jelas, warga dirugikan. Selain ketidaksesuaian harga lahan, pengukuran bangunan pun tidak tepat. Berdasarkan dokumen izin mendirikan bangunan yang dipegangnya, luas bangunan yang terdampak proyek adalah 380 meter persegi. Namun, dalam dokumen permohonan pembebasan lahan, luas bangunan yang tertera 357 meter persegi.
Warga lain, Hasan (50), juga mempertanyakan metode penghitungan harga yang dipakai pemerintah. Lahan seluas 2.000 meter persegi miliknya terletak di Jalan Haji Terin, Pankalanjati Baru, Depok. Menurut Hasan, sejak lama dia meminta klarifikasi terkait nilai pembebasan lahan. Namun, sampai sekarang belum ada penjelasan dari pemerintah tentang masalah ini.
Meski belum ada titik temu soal pembebasan lahan, aktivitas pembangunan Tol Depok-Antasari (Desari) telah dimulai sejak Desember 2014. Tahap pertama adalah pembangunan tol sepanjang 12 kilometer yang membentang dari Jalan Pangeran Antasari hingga Jalan Sawangan, Depok. Tahap kedua, tol 9,5 kilometer dari Jalan Sawangan hingga Jalan Bojonggede, Kabupaten Bogor.
Secara keseluruhan, ada 175 hektar lahan yang diperlukan untuk pembangunan tol tahap pertama. Pembebasan lahan tersebar di wilayah Jakarta Selatan dan Depok.
Ketua Tim Pembebasan Tanah Jalan Tol Depok-Antasari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Ambardi Effendy mengatakan, 90 persen lahan untuk proyek tahap pertama sudah dibebaskan.
“Tinggal 10 persen bidang lahan, atau kurang dari 50 bidang, yang belum bebas,” ujarnya.
Kementerian memberi waktu sekitar satu bulan bagi warga untuk mempertimbangkan nilai yang sudah ditetapkan pemerintah. Apabila sampai akhir Februari masih ada warga yang belum sepakat, proses konsinyasi akan ditempuh terhadap lahan sengketa atau lahan milik warga yang menolak pembebasan. (DNA)