Dukungan Warga untuk LRT
Pembangunan light rail transit atau kereta ringan mendapatkan dukungan warga Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dan sekitarnya. Angkutan massal ini diyakini bisa mengurangi kemacetan di Ibu Kota, terutama jika didukung aneka fasilitas yang memudahkan.
Light rail transit (LRT) yang mampu mengangkut sekitar 400 orang di tiap rangkaian ini merupakan penjelmaan dari trem yang kemudian disesuaikan dengan konsep modern. Dahulu, trem yang dioperasikan dengan tenaga uap ini berjalan pada lajur khusus. Angkutan ini harus mengikuti peraturan lalu lintas jalan raya ketika berada di persimpangan sebidang.
Seiring dengan perkembangan teknologi, listrik lalu menjadi sumber energi kendaraan ini. Frekuensi pergerakannya ditingkatkan supaya kapasitas angkutnya bertambah. Pemutakhiran teknologi dan berbagai hal lainnya melahirkan beberapa variasi trem, salah satunya LRT. Trem modern yang dijuluki kereta ringan ini lebih kecil ukuran dan kapasitasnya, serta lebih rendah kecepatannya dibanding kereta konvensional.
Kereta ringan sudah dioperasikan di banyak negara. Di Indonesia, pemerintah pusat, melalui PT Adhi Karya, saat ini sedang membangun LRT yang menghubungkan wilayah Jakarta dengan Cibubur, Bekasi, dan Bogor. Tahap pertama dibangun rute Cibubur-Cawang, Cawang- Kuningan-Dukuh Atas, dan Cawang-Bekasi Timur. Jalur LRT Cawang-Bekasi kini harus digeser karena bersinggungan dengan jalur kereta cepat Jakarta-Bandung di Jatibening.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga akan membangun jalur LRT dengan tujuh koridor. Rute yang diprioritaskan dibangun adalah Kelapa Gading-Kebayoran dan Kelapa Gading-Kemayoran-Pesing-Bandara Soekarno Hatta. Namun, dimulainya proyek ini tertunda hingga empat bulan ke depan karena PT Jakpro harus mengkaji ulang desain dasar dan trase LRT (Kompas, 19/1).
Rencana pembangunan angkutan massal ini rupanya sudah banyak diketahui warga, terutama warga kelas menengah. Dari jajak pendapat melalui telepon oleh Litbang Kompas, lebih dari separuh responden sudah mengetahui adanya pembangunan trem modern.
Kurangi macet
Pembangunan kereta ringan yang umumnya dioperasikan tanpa masinis diyakini warga mampu menjadi salah satu solusi mengatasi kemacetan. Hampir 60 persen responden yang dihubungi optimistis LRT bisa mengurangi kepadatan lalu lintas, baik di jalur penghubung Jakarta dan kawasan sekitar maupun di dalam kota.
LRT rute Cawang-Bekasi akan menyasar komuter dari Kota dan Kabupaten Bekasi yang selama ini masih banyak menggunakan kendaraan pribadi. Dari olahan hasil survei komuter BPS (2014), 13,7 persen komuter asal Bekasi menggunakan sepeda motor dan 22,4 persen memanfaatkan mobil pribadi untuk pergi-pulang ke Jakarta setiap hari. Jika mereka nantinya menggunakan trem modern, kepadatan di sepanjang jalan penghubung Bekasi-Jakarta mestinya mencair.
Tulus (40), warga Bekasi yang biasa menggunakan sepeda motor untuk pergi ke kantornya di Jakarta Pusat, punya harapan besar bahwa LRT bisa mengurangi kemacetan di jalur yang dipakainya setiap hari. “Sekarang, Kalimalang macet banget. Apalagi sedang ada pembangunan Jalan Tol Becakayu. Ruwet,” keluhnya.
LRT Cawang-Cibubur nantinya menjadi angkutan massal yang selama ini belum ada di daerah Cibubur. Saat ini terdapat lima rute bus APTB yang melayani komuter di daerah ini. Rute itu antara lain Cileungsi-Blok M, Grogol-Cibinong, Pasar Senen Jakarta-Ciawi Bogor, Grobol-Bubulak Bogor. Selain APTB, ada pula shuttle bus dari sejumlah kompleks perumahan.
Keberadaan LRT di dalam kota juga dipercaya bisa mengurangi kepadatan lalu lintas. Jalur LRT direncanakan akan melintasi gedung perkantoran, apartemen, dan pusat perbelanjaan. LRT di Jakarta juga diharapkan mendukung pelaksanaan Asian Games 2018, yakni sebagai alat transportasi yang memudahkan pergerakan peserta dari arena pertandingan ke perkampungan atlet. Jalur trem masa kini ini dirancang pula terintegrasi dengan angkutan umum lainnya.
Fasilitas penunjang
Harapan besar warga pada kereta ringan bahkan bisa meredam ketidaknyamanan yang harus dialami pengguna jalan selama proses pembangunan. Menurut tiga dari empat responden, gangguan kenyamanan di jalan akibat proyek LRT akan layak terbayar oleh manfaat yang dihasilkan nanti.
Agar harapan ini terealisasi, penempatan pemberhentian LRT harus mempertimbangkan perilaku calon pengguna. Biasanya akses ke halte atau stasiun dibatasi maksimal 20 menit berjalan kaki supaya warga tertarik menggunakan angkutan umum.
Kemudahan dan kenyamanan untuk berpindah ke moda lain pun harus diutamakan. Salah satunya adalah mempertimbangkan bagaimana penumpang terlindung dari hujan dan panas ketika hendak berganti angkutan umum. Hal-hal lain, termasuk cara pembayaran, juga sebaiknya didesain tidak memberatkan warga. Seperti masukan dari Tulus, “Masyarakat kita masih sensitif soal harga. Jangan seperti transjakarta yang harus bayar dulu sekian puluh ribu rupiah untuk beli kartu.”
(M PUTERI ROSALINA/ LITBANG KOMPAS)