Spasial

Gambar Peta Aceh Lengkap dengan Nama Kabupaten dan Kota

Peta Aceh – Jika dilihat dari petanya wilayah Aceh tidak begitu luas kalau dibanding dengan deretan provinsi lain yang ada di Pulau Sumatera, Indonesia. Semakin ke utara wilayahnya semakin sempit. Ibu kota provinsi Aceh bernama Banda Aceh yang posisinya di ujung utara.

Berdasarkan letak astronomis, peta Aceh terletak antara 2°-6° lintang utara serta 95°-98° lintang selatan dengan ketinggian 125 meter di atas permukaan laut.

Wilayahnya tidak terlalu luas kalau dibandingkan dengan provinsi-provinsi di Sumatera lainnya. Bahkan semakin ke utara, wilayah akan semakin sempit. Namun meskipun wilayahnya yang kecil, Aceh merupakan alam yang sangat makmur bahkan menyimpan catatan sejarah Islam yang sangat besar.

Provinsi ini dikenal dengan nama Serambi Mekah. Hal ini disebabkan adanya peranan penting dalam sejarah Indonesia. Untuk mengenal peta Aceh secara lengkap, mari simak ulasan berikut ini.

Pinjaman Online Baca juga: Erek erek 2d Bergambar Lengkap

Kumpulan Gambar Peta Aceh

Peta Provinsi Aceh
Peta Aceh

Provinsi yang berbatasan dengan Aceh

Peta Regional

Peta Atlas Aceh
Peta Atlas Aceh
Peta Buta Aceh

Kilas Sejarah Aceh

Peta Aceh lengkap dengan nama provinsi serta kota – Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di ujung utara Pulau Sumatra. Provinsi yang disebut sebagai Serambi Mekah ini mempunyai peran penting dalam catatan sejarah Indonesia, mulai prasejarah, zaman kerajaan, zaman perjuangan melawan bangsa Barat hingga Indonesia merdeka.

Pada zaman kerajaan, Aceh merupakan sebuah kerajaan yang besar serta kuat. Karena posisinya yang strategis perdagangan di sana telah maju pada zamannya. Pedagang dari bangsa Barat maupun bangsa Barat banyak melakukan transaksi perdagangan di Aceh. Sehingga percampuran kebudayaan Islam maupun Barat terjadi. Aceh juga tak luput dari perannya pada Proses masuknya Islam ke Indonesia.

Batas Provinsi

Daerah Aceh bagian utara serta timur berbatasan langsung dengan Selat Malaka, bagian selatan dengan Provinsi Sumatra Utara serta bagian barat dengan Samudera Indonesia.   Dari peta Aceh di atas dapat kita lihat betapa wilayah provinsi Aceh tidak begitu besar, bahkan cenderung kecil. Namun, provinsi ini merupakan alam makmur yang menyimpan catatan sejarah Islam yang sangat besar.

Hingga admin menuliskan artikel Peta Aceh ini, provinsi tersebut dibagi dalam wilayah 18 kabupaten serta 5 kota. Bagi anda yang mau mengetahui nama kabupaten serta kota yang ada di Aceh, berikut kami lampirkan daftarnya beserta ibu kota masing-masing kabupaten serta kota.

Kabupaten serta Kota di Aceh: Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Tamiang, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Aceh Timur, Aceh Utara, Bener Meriah, Bireuen, Gayo Lues, Nagan Raya, Pidie, Pidie Jaya, Simeulue, Kota Banda Aceh, Kota Langsa, Kota Lhokseumawe, Kota Sabang, Kota Subulussalam

Selengkapnya mengenai Provinsi Aceh silahkan lihat di situs resmi pemerintah Aceh yang beralamat di: acehprov.go.id

Baca Juga: Gambar Peta Papua Lengkap dengan Daftar Kabupaten dan Kota

Sejarah Peta Aceh

Pada mulanya, Aceh bernama Aceh Darussalam, kemudia berubah menjadi Daerah Istimewa Aceh di tahun 1959-2001. Pada tahun 2001-2009 mengalami perubahan nama kembali menjadi Nanggore Aceh Darussalam. Serta pada tahun 2009 berubah kembali menjadi provinsi Aceh yang tidak berubah lagi hingga kini. Sedangkan nama Aceh belum diketahui pasti asalnya dan masih menjadi misteri.

Baca juga :  Gambar Peta Sumatera Barat Lengkap dengan Nama Kabupaten

Baca juga: Gambar Peta Sulawesi Selatan Lengkap dengan Kabupaten dan Kota

Keturunan bangsa Aceh adalah berasal dari tanah Persia. Dimana kadang kita dengar bahwa Aceh berasal dari nama Arab, China, Eropa serta Hindustan (Hindia). Aceh sendiri membangun wilayah di sebelah pulau Ruja (Sumatera). Awalnya Aceh berasal dari bangsa Achemenis yang berada di sebuah bukit Kaukasus di Eropa Tengah.

Achemenis hidup 2500 tahun sebelum Masehi. Bangsa ini merupakan bangsa yang sangat suka merantau hingga tersebar ke seluruh dunia di Asia, Afrika Eropa serta pulau Ruja. Setelah itu terdapat satu keturunan yang pindah ke tanah Persia serta menjadi bangsa Persia. Dan ada satu keturunan lagi yang pindah ke pulau Ruja serta menjadi bangsa Aceh.

Dengan begitu, Aceh berasal dari bangsa Achemenia, Persia serta Acheh. Meski begitu ada yang menarik dari Aceh, dimana simbol agamanya dikekalkan dalam suasana dayah. Yang sesudah itu menjadi pusat sumber ilmu agama Islam.

Pada saat Aceh akan dijajah, seluruh suku serta ulama Aceh sepakat untuk melakukan perlawanan terhadap penjajahan. Kebencian orang Aceh terhadap penjajahan bukanlah kebencian etnisitas ataupun sejarah. Melainkan kebencian karena untuk melawan penindasan serta penjajahan dalam bentuk jihad.

Dalam sejarah kebudayaan Aceh, baik persoalan bersatu maupun berpisah menjadi hal yang sangat biasa. Mereka dapat bersatu dengan siapa saja namun budaya yang sudah melekat dengan tradisi Islam tidak dapat dihentikan. Apalagi jiwa nasionalisme mereka menjadi bagian dari Indonesia yang tidak pernah dikhianati dalam perjuangannya hingga saat ini.

Suku Provinsi Aceh

Meskipun mempunyai wilayah yang cenderung kecil, namun Aceh mempunyai 12 jenis suku yang ada di dalamnya. Berikut ini ke-12 suku tersebut :

1. Etnis Aceh

Etnis ini berada di ujung utara Sumatera serta menjadi suku di Indonesia yang pertama kali emmeluk agama Islam. Hingga akhirnya mereka mendirikan kerajaan Islam. Masyarakat Aceh kebanyakan bekerja sebagai pekerja tambang, petani serta nelayan.

Bahasa yang digunakan adalah bahasa Aceh yang masih bersaudara denngan bahasa Mon Khmer (wilayah Champa). Bahasa Aceh sendiri adalah bagian dari bahasa Melayu-Polynesia barat. Adalah cabang dari keluarga bahasa Ausronesia.

2. Etnis Aneuk Jamee

Nama Aneuk Jamee berasal dari bahasa Aceh yang artinya adalah anak tamu. Apabila dilihat melalui peta Aceh, suku ini tersebar di sepanjang pesisir barat serta selatan Aceh. Bahasa yang digunakan adalah dialek dari bahasa Minangkabau. Bahasa Aneuk Jamee hanya digunakan pada kalangan orang tua asja. Namun sekarang mereka menggunakan bahasa Aceh untuk bahasa sehari-hari.

3. Etnis Alas

Etnis yang bermukim di Kabupaten Aceh Tenggara yang disebut Tanah Alas ini menganut agama Islam. Tanah Alas dilalui oleh banyak sungai. Salah satu yang terkenal adalah sungai Lawe Alas atau sungai Alas.

Bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Alas adalah bahasa alas. Alas sendiri mempunyai arti tikar. Dimana nama tersebut dikaitkan dengan keadaan wilayah yang membentang datar seperti tikar di sela Bukit Barisan.

4. Etnis Batak Pakpak

Etnis ini tersebar di beberapa kabupaten maupun kota yang ada di Sumatera Utara serta Aceh. Yaitu di kabupaten Dairi, kabupaten Pakpak Bharat, kabupaten Humbang Hasundutan (Sumatera Utara), kabupaten Aceh Singkil serta kota Sabulussalam. Etnis bangsa Pakpak ini mendiami di bagian utara, barat laut Danau Toba hingga perbatasan utara dengan provinsi Aceh (selatan).

Baca juga :  Peta Laos Lengkap dengan Kota, Batas Wilayah dan Keterangan Lainnya

Etnis pakpak berasal dari keturunan tentara kerajaan Chola di India yang menyerang kerajaan Sriwijaya abad 11 Masehi. Terdapat 5 subsuku yang ada dalam suku Pakpak yang diberi istilah Pakpak Silima Suak. Pertama Pakpak Klasen yang menempati kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara.

Setelah itu Pakpak Simsim yang berada di kabupaten Pakpak Bharat, suku Pakpak Boang yang berada di kabupaten Singkil serta kota Sabulussalam. Serta suku Pakpak Pegagan serta Pakpak Keppas di kabupaten Dairi, Sumatera Utara.

5. Etnis Devayan

Keberadaan suku ini ialah di pulau Simeulue, kecamatan Teupah Barat, Simeulue Timur, Simeulue Tengah, Teluk Dalam serta Teupah Selatan.

Baca juga: Peta Jakarta Lengkap dengan Kabupaten dan Kota

6. Etnis Gayo

Dataran tinggi Gayo didiami oleh suku Gayo. Kebanyakan berada di kabupaten Aceh Tengah, Gayo Lues, Bener Meriah serta 3 kecamatan di Aceh Timur (Serbe Jadi, Simpan Jernih, Peunaron). Serta beberapa desa di kabupaten Aceh Tamiang serta Aceh Tenggara. Mereka menganut agama Islam taat. Sedangkan bahasa yang digunakan adalah bahasa Gayo.

7. Etnis Haloban

Etnis ini berada di kabupaten Aceh Singkil adalah pulau Banyak. Dimana di pulau ini terdapat 7 desa dengan ibukota kecamatan yang terletak di desa pulau Balai.

8. Etnis Kluet

Setelah itu ada suku kluet yang mendiami beberapa kecamatan di kabupaten Aceh Selatan. Adalah kecamatan Kluet Selatan, Kluet Utara, Kluet Tengah serta Kluet Timur.

9. Etnis Singkil

Berikutnya adalah suku Singkil. Etnis ini mendiami kabupaten Aceh Singkil daratan serta kota Subulussalam.

10. Etnis Lekon

Salah satu suku di Aceh adalah suku Lekon. Lebih tepatnya berada di kecamatan Alafan, Simeulue serta desa Lafakha serta desa Langi.

11. Etnis Sigulai

Selanjutnya suku Sigulai adalah suku yang mendiami pulau Simeulue Utara serta kecamatan Simeulue Barat, Alafan serta Salang.

12. Etnis Tamiang

Etnis yang dikenal dengan nama Melayu Tamiang ini berada di kabupaten Tamiang. Dialek bahasa serta kebudayaan yang digunakan oleh suku ini hampir sama dengan masyarakat Melayu yang ada di kabupaten Langkat. Meski berbeda dengan masyarakat Aceh, suku ini tetap menjadi bagian dari Aceh.

Pada zaman dahulu, kesultanan Aceh merupakan negara terkaya, termakmur serta terkuat di kawasan Selat Malaka. Yang perlu kalian tahu, Aceh berbeda dengan provinsi lainnya. Provinsi yang di peta Aceh ini berada di paling barat Indonesia ini mempunyai otonomi yag diatur sendiri. Hal ini dikarenakan karena alasan sejarah Aceh seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Letak Geografi

Aceh menempati wilayah di ujung paling barat di pulau Sumatera serta Negara Indonesia, di mana titik terluar Negara Kesatuan Republik Indonesia terletak pada Pulau Rondo, sementara itu kilometer Nol Indonesia berlokasi di pulau Weh. Secara geografis Aceh terletak antara 2° – 6° lintang utara serta 95° – 98° lintang selatan dengan ketinggian rata-rata 125 meter diatas permukaan laut. Batas wilayah Aceh, sebelah utara serta timur berbatasan dengan Selat Malaka, sedangkan bagian sebelah selatan adalah satu-satunya yang perbatasan darat dengan Sumatra Utara serta pada sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

Aceh memiliki luas 5.677.081 ha, dengan hutan sebagai lahan terluas yang mencapai 2.290.874 ha, diikuti dengan lahan perkebunan rakyat seluas 800.553 ha. Sedangkan lahan industri memiliki luas terkecil sebesar 3.928 ha. Cakupan wilayah Provinsi Aceh terdiri dari 119 pulau, 35 gunung serta 73 sungai utama.

Baca juga :  Peta Kota Bandung Lengkap dengan Keterangan Kecamatan

Pra-tsunami 2004

Sebelum peristiwa bencana tsunami pada 26 Desember 2004, perikanan merupakan salah satu pilar ekonomi lokal di Aceh, dengan menyumbangkan 6,5 persen dari Pendapatan Daerah Bruto (PDB) senilai 1,59 triliun pada tahun 2004 (Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh 2005). Potensi produksi perikanan tangkap mencapai 120.209 ton/tahun sementara perikanan budidaya mencapai 15.454 ton/tahun pada tahun 2003 (Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh 2004). Produksi perikanan tersebut merata, baik di Samudra Hindia maupun Selat Malaka.

Industri perikanan menyediakan lebih dari 100.000 lapangan kerja, 87 persen (87.783) di sub sektor perikanan tangkap dan sisanya (14.461) di sub sektor perikanan budidaya. Sekitar 53.100 orang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian utama. Namun, 60 persen adalah nelayan kecil menggunakan perahu berukuran kecil. Dari sekitar 18.800 unit perahu/kapal ikan di Aceh, hanya 7.700 unit yang mampu melaut ke lepas pantai. Armada perikanan tangkap berskala besar kebanyakan beroperasi di Aceh Utara, Aceh Timur, Bireuen, Aceh Barat dan Aceh Selatan.

Menurut Nurasa et al. (1993), nelayan Aceh sebagian besar menggunakan alat tangkap pancing (hook and line). Alat tangkap lain adalah pukat, jaring cincin (purse seine), pukat darat, jaring insang, jaring payang, jaring dasar, jala dan lain-lain.

Infrastruktur penunjang industri ini meliputi satu pelabuhan perikanan besar di Banda Aceh, 10 pelabuhan pelelangan ikan (PPI) utama di 7 kabupaten/kota dan sejumlah tempat pelelangan ikan (TPI) kecil di 18 kabupaten/kota. Selain itu terdapat 36.600 hektare tambak, sebagian besar tambak semi intensif yang dimiliki petambak bermodal kecil. Tambak-tambak ini tersebar di Aceh Utara, Pidie, Bireuen dan Aceh Timur.

Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Indonesia mengelola sebuah pusat pendidikan dan latihan (Pusdiklat) budidaya, sebuah pusat penelitian dan pengembangan (Puslitbang) budidaya, sebuah laboratorium uji mutu perikanan dan sebuah kapal latih. Di tiap kabupaten/kota, terdapat dinas perikanan dan kelautan. Total aset di sektor perikanan pra-tsunami mencapai sekitar Rp 1,9 triliun.

Pasca-tsunami 2004

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas (2005) memperkirakan 9563 unit perahu hancur atau tenggelam, termasuk 3969 (41,5%) perahu tanpa motor, 2369 (24,8%) perahu bermotor dan 3225 (33,7%) kapal motor besar (5-50 ton). Selain itu, 38 unit TPI rusak berat dan 14.523 hektar tambak di 11 kabupaten/kota rusak berat. Diperkirakan total kerugian langsung akibat bencana tsunami mencapai Rp 944.492,00 (50% dari nilai total aset), sedangkan total nilai kerugian tak langsung mencapai Rp 3,8 miliar. Sebagian besar kerugian berasal dari kerusakan tambak.

Kerusakan tambak budidaya tersebar merata. Bahkan di daerah yang tidak terlalu parah dampak tsunaminya (misalnya di Kabupaten Aceh Selatan), tambak-tambak yang tergenang tidaklah mudah diperbaiki dan digunakan kembali. Total kerugian mencapai Rp 466 miliar, sekitar 50 persen dari total kerugian sektor perikanan. Kerugian ekonomi paling besar berasal dari hilangnya pendapatan dari sektor perikanan (tangkap dan budidaya). Hilangnya sejumlah besar nelayan, hilang atau rusaknya sarana dan prasarana perikanan termasuk alat tangkap dan perahu serta kerusakan tambak menjadikan angka kerugian sedemikian besarnya.

Diperkirakan produksi perikanan di Aceh akan anjlok hingga 60 persen. Proses pemulihan diperkirakan membutuhkan waktu paling sedikit 5 tahun. Di subsektor perikanan tangkap, bahkan diduga perlu waktu lebih lama (sekitar 10 tahun), karena banyaknya nelayan yang hilang atau meninggal selain rusaknya sejumlah besar perahu atau alat tangkap. Berdasarkan asumsi tersebut, total kerugian yang mungkin terjadi hingga sektor ini pulih total dan kembali ke kondisi pra-tsunami diperkirakan mencapai Rp 3,8 triliun.

Artikel terkait

Back to top button